/* Start http://www.cursors-4u.com */ * {cursor: url(http://cur.cursors-4u.net/food/foo-3/foo233.ani),url(http://cur.cursors-4u.net/food/foo-3/foo233.png), auto !important;} /* End http://www.cursors-4u.com */ Dancing Banana Squire Sword And Shield

Selasa, 15 November 2016

ASAL MULA POLISI TIDUR




Istilah polisi tidur mungkin sudah tak asing lagi di telinga. Polisi tidur umumnya banyak terdapat di jalan lingkungan. Terlebih jika di lingkungan tersebut, banyak anak kecil.
Pembuatan polisi tidur bertujuan supaya pengguna jalan tidak melaju kencang. Sehingga, potensi terjadi kecelakaan lalu lintas bisa diminimalisasi, khususnya di jalan-jalan di dalam lingkungan.
↓↓↓

Jika diperhatikan, polisi tidur yang dibangun di setiap lingkungan umumnya berbeda. Ada yang berukuran besar, ada pula yang kecil. Ada yang dilengkapi dengan cat warna putih, banyak juga yang tidak.
Sebenarnya, bagaimana peraturan dalam pembuatan polisi tidur?
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, berikut, penjelasan singkat mengenai asal mula istilah polisi tidur.

Asal Mula Istilah Polisi Tidur

Menurut Yoleen Maureen dalam Pembuatan Speed Trap sebagai Alat Pengendali Pengguna Jalan, yang dirilis pada Jurnal Media Teknik Volume 8 Nomor 3 Tahun 2011, sejarah tentang polisi tidur muncul di Amerika Serikat untuk pertama kali pada 1906. Sedang di Eropa, istilah itu pertama kali ada pada 1970.
Lebih rinci, Anyaegbunam dalam Electric Power Production from a Renewable Energy Source – Speed Breaker Generators, yang dimuat pada IOSR Journal of Electrical and Electronics Engineering Volume 10, menjelaskan, pada 1906, New York Times memberitakan penggunaan speed bumps (penghalang kecepatan) di Chatham, New Jersey.
Hal itu dilakukan dengan menaikkan secara melintang permukaan jalan setinggi lima inci, dari rata-rata permukaan jalan yang ada.
Skema untuk mengurangi laju kendaraan bermotor sebenarnya telah didiskusikan oleh berbagai pemerintah kota. Tetapi, Chatham adalah kota pertama yang mengimplementasikan hal tersebut.
Kembali ke Yoleen, dalam karya tulisnya, ia menyebut, polisi tidur sudah dicatat Abdul Chaer dalam kamus Idiom Bahasa Indonesia (1984). Chaer memaknai polisi tidur sebagai rintangan (berupa permukaan jalan yang ditinggikan) untuk menghambat kecepatan kendaraan.
↓↓↓

Tetapi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi pertama tahun 1988 dan KBBI edisi kedua tahun 1991, istilah polisi tidur belum terdaftar.
Meski begitu, istilah polisi tidur telah muncul dalam Kamus Indonesia-Inggris edisi ketiga tahun 1989, karya Jhon M Echols dan Hassan Sadily. Istilah polisi tidur dipadankan dengan traffic bump. Istilah polisi tidur mulai diakui dalam KBBI edisi ketiga tahun 2001, dan diberi makna bagian permukaan jalan yang ditinggikan secara melintang, untuk menghambat laju kendaraan.

Aturan Pembuatan Polisi Tidur

Aturan pembuatan polisi tidur tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.3 Tahun 1994 tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pemakai Jalan.
Pasal 2 ayat 1 peraturan tersebut menyebutkan, alat pengendali pemakai jalan digunakan untuk pengendalian atau pembatasan terhadap kecepatan, dan ukuran muatan kendaraan, pada ruas-ruas jalan tertentu, yang terdiri dari alat pembatas kecepatan dan alat pembatas tinggi dan lebar.
↓↓↓

Alat pembatas kecepatan, sebagaimana tertuang dalam pasal 3 ayat 1, adalah kelengkapan tambahan pada jalan, yang berfungsi untuk membuat pengemudi kendaraan bermotor, mengurangi kecepatan kendaraan.
Ayat selanjutnya menjelaskan, kelengkapan tambahan dapat berupa peninggian sebagian badan jalan yang melintang terhadap sumbu jalan, dengan lebar, tinggi, dan kelandaian tertentu.
↓↓↓

Keputusan menteri tersebut pun mengatur penempatan alat pembatas kecepatan. Pasal 4 ayat 1 menjelaskan, alat pembatas kecepatan ditempatkan di jalan lingkungan permukiman, jalan lokal yang mempunyai kelas jalan IIIC, dan jalan-jalan yang sedang dilakukan pekerjaan konstruksi. Sementara, ayat 3 pasal serupa menerangkan, lokasi dan pengulangan penempatan alat pembatas kecepatan, disesuaikan dengan hasil manajemen dan rekayasa lalu lintas.
↓↓↓

Selanjutnya, pasal 5 ayat 2 peraturan itu menyebutkan, penempatan alat pembatas kecepatan di jalur lalu lintas, harus diberi tanda berupa garis serong dari cat berwarna putih.
Adapun, pasal 6 yang terdiri dari 4 ayat menjelaskan tentang bentuk dan ukuran alat pembatas kecepatan. Bentuk penampang melintang alat pembatas kecepatan menyerupai trapesium, dan tinggi bagian yang menonjol di atas badan jalan maksimum 12 centimeter (cm).
↓↓↓

Kedua sisi miring penampang melintang mempunyai kelandaian yang sama, maksimum 15 persen. Sedangkan, lebar mendatar bagian menonjol di atas badan jalan minimum 15 cm.
Alat pembatas kecepatan, seperti tertuang dalam pasal 7, dapat dibuat dengan menggunakan bahan yang sesuai dengan bahan dari badan jalan, karet, atau bahan lainnya yang mempunyai pengaruh serupa. Pemilihan bahan harus memperhatikan keselamatan pemakai jalan.
Demikian asal mula istilah polisi tidur, dan peraturan pembuatannya sebagaimana tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.3 Tahun 1994 tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pemakai Jalan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MENYIKAPI PEMILU 2019

Pesta rakyat akan kembali digelar tahun depan (2019) berupa pilpres maupun pileg yang akan menentukan nasib negeri ke depan. Seperti ...