/* Start http://www.cursors-4u.com */ * {cursor: url(http://cur.cursors-4u.net/food/foo-3/foo233.ani),url(http://cur.cursors-4u.net/food/foo-3/foo233.png), auto !important;} /* End http://www.cursors-4u.com */ Dancing Banana Squire Sword And Shield

Kamis, 09 November 2017

SEKILAS TENTANG SERTIFIKAT PRONA

Pengertian
Sertifikat Prona adalah pensertifiatan tanah secara masal sebagai perwujudan dari program catur tertib di bidang pertanahan yang pelaksanaannya dilakukan secara terpadu dan ditujukan bagi segenap lapisan masyaraat terutama bagi golongan ekonomi lemah.
PRONA adalah singkatan dari Proyek Operasi Nasional Agraria, yang diatur dalam KEPMENDAGRI NO 189 TAHUN 1981 Tentang proyek Operasi Nasional Agraria.

Apakah pengurusan sertifikat PRONA bayar/dikenakan biaya?
mengenai pertanyaan soal sertifikat PRONA apakah dikenai biaya, jawabannya ada dalam KEPMEN AGRARIA NO 4 TAHUN 1995 Tentang Perubahan Besarnya Pungutan Biaya dalam Rangka Pemberian Sertifikat Hak Tanah yang Berasal dari Pemberian Hak Atas Tanah Negara, Penegasan Hak Tanah Adat dan Konversi Bekas Hak Tanah Adat, yang Menjadi Obyek Proyek Operasi Nasional Agraria.

Pasal 1 ayat (1) Kep Meneg Agraria 4/1995 menyatakan sebagai berikut:
Pemberian hak-hak atas tanah negara kepada masyarakat, penegasan/pengakuan atas tanah-tanah hak adat dan tanah-tanah lainnya yang ditentukan sebagai lokasi Proyek Operasi Nasional Agraria dalam rangka persertifikatkan tanah secara masal, dibebaskan dari kewajiban membayar uang pemasukan kepada Negara seperti yang telah ditentukan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 1975, dan kepada penerima hak-haknya dikenakan kewajiban membayar biaya administrasi.
 
Berdasarkan ketentuan tersebut, pensertipikatan tanah dalam rangka PRONA dibebaskan dari kewajiban membayar uang pemasukan kepada Negara, tapi penerima sertipikat tanah PRONA tetap harus membayar biaya administrasi. Hal ini juga sesuai dengan informasi yang tercantum dalam laman resmi Badan Pertanahan Nasional (bpn.go.id).

Perincian biaya administrasi PRONA dapat dilihat di bawah:
a.         Pemberian hak atas tanah Negara:
a.1.     Di daerah pedesaan.
Untuk luas tanah sampai dengan 2 Ha sebesar Rp 3.000,-
a.2.     Di daerah perkotaan.
Untuk jenis penggunaan pertanian yang luasnya kurang dari 2000 M2 sebesar Rp 5.000,-
Untuk jenis penggunaan bukan pertanian yang luasnya sampai 2.000 M2 sebesar Rp 10.000,-
b.         Asal tanah milik adat:
b.1.     Daerah pedesaan.
Untuk luas tanah sampai 2 Ha sebesar Rp. 1.000,-
b.2.     Di daerah perkotaan.
Untuk luas tanah sampai 2.000 M2 sebesar Rp 1.000,-
Di samping biaya administrasi, kepada setiap penerima hak atas tanah Negara dikenakan pula uang sumbangan untuk penyelenggaraan Landreform sebesar 50% dari biaya administrasi.
 
Setiap pemohon dikenakan biaya Panitia A sebesar Rp. 1250,- untuk tiap bidang apabila lokasi tanah dalam proyek terdiri dari 10 bidang; sebesar Rp. 2.500,- apabila lokasi tanah dalam proyek terdiri dari 5 sampai 9 bidang.
 
Untuk biaya pendaftaran hak dikenakan pungutan sebesar:
a.         Untuk konversi hak adat.
a.1.     Rp 10.000,- untuk daerah perkotaan;
a.2.     Rp. 1.000,- untuk daerah pedesaan;
b.         Untuk penegasan hak.
b.1.     Rp. 10.000,- untuk daerah perkotaan;
b.2.     Rp. 1.000,- untuk daerah pedesaan;
c.         Untuk tanah negara.
c.1.     Rp. 10.000; untuk daerah pedesaan;
c.2.     Rp. 1.000,- untuk daerah pedesaan;
Untuk biaya formulir sertifikat, dikenakan pungutan sebesar Rp. 2.000,-.
(sumber http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt504abea55f215/apakan-proses-pengurusan-sertifikat-tanah-prona-dikenakan-biaya-)

Sebenarnya pengurusan Sertikikat PRONA dikenakan biaya administrasi yang sudah disebutkan di atas.

Namun jika ada hal lain yang jadi komponen tambahan, harus disepakati bersama, yang ditetapkan dalam Peraturan Desa.

Tapi tidak menutup kemungkinan adanya penarikan dana. Tapi hanya sebatas untuk keperluan biaya mengurus Prona seperti pembelian meterai, map, pemberkasan, pemasangan patok, biaya pengukuran lahan, belum lagi untuk biaya makan minum dan transportasi Pokmas mondar-mandir ke BPN.

Kalau menurut saya dalam menentukan biaya kepengurusan prona,sebelumnya Pokmas berserta perangkat Pekon seharusnya mengadakan musyawarah terlebih dahulu bersama masyarakat. Setelah menetapkapkan biaya berdasarkan rincian keperluan barulah Pokmas dan panitia melakukan penarikan sesuai biaya yang sudah ditetapkan. 

Menurut perhitungan saya, biaya yang dilakukan untuk mengurus Sertifikat PRONA  perhitungannya yang sudah saya sebutkan diatas kira-kira kurang lebih duaratus ribu rupiah.

Transparansi anggaran Sertifikat PRONA sebenarnya sudah menjadi kewajiban dari pemerintah desa dan merupakan hak warga yang ingin membuat sertifikat PRONA.



Senin, 06 November 2017

ILMU PENGETAHUAN DALAM ISLAM



BAB I

PENDAHULUAN



A.  Latar Belakang

Allah menciptakan manusia dan memberi akal kepadanya tidak lain adalah agar manusia berfikir terhadap berbagai kejadian atau fenomena yang terjadi di muka bumi ini sehingga manusia mengenal berbagai macam tanda kebesaran-Nya. Allah SWT menciptakan fitrah yang bersih dan mulia itu lalu melengkapinya dengan bakat dan sarana pemahaman yang baik yang memungkinkan manusia mengetahui kenyataan-kenyataan besar di alam raya ini. Fitrah manusia mukmin mengarah ke alam raya untuk mengungkap rahasia dan tujuan penciptaannya serta berakhir dengan memahami posisi dirinya di alam raya ini dan menentukan bagaimana ia harus berbuat dan bersikap di dalamnya. Ilmu yang diperoleh manusia semestinya dapat membuahkan penanaman akidah dan pendalaman keimanan yang tulus kepada Allah.

Jika terjadi lompatan kemajuan ilmu dan teknologi melalui penelitian terhadap gejala-gejala alam dan kehidupan, sebenarnya sangat mengherankan kalau orang-orang yang lalai itu hanya berhenti pada batas studi yang bersifat mekanis dan tidak menyeberang untuk menemukan rahasia-rahasia hukum Tuhan serta memahami hikmah di balik ciptaan-Nya. Orang yang melihat langit hanya  dari warna yang biru, atau bumi dari tanahnya, ia tidak ubahnya hewan, bahkan lebih rendah dan lebih sesat.

Sebagai makhluk yang diberi akal dan pikiran, manusia dituntut untuk berpikir serta menggali ilmu karena Islam sendiri telah mewajibkan untuk menuntut ilmu pengetahuan. Berbicara tentang Ilmu Pengetahuan dalam hubungannya dengan Al-Qur’an, ada persepsi bahwa Al-Qur’an itu adalah kitab Ilmu Pengetahuan. Sekarang ini, di saat semua teknologi sudah canggih, dunia membuktikan dengan banyaknya temuan-temuan terkini yang ternyata semuanya sudah terdapat dalam Al-Qur’an. Penafsiran Al-Quran sendiri seolah tidak pernah selesai, karena setiap saat bisa muncul sesuatu yang baru, sehingga Al-Quran terasa selalu segar karena dapat mengikuti perkembangan zaman. Pada kesempatan ini penulis hendak sedikit mengulas tentang ayat-ayat Al-Quran tentang ilmu pengetahuan beserta tafsir dan analisisnya. Semoga apa yang penulis tulis dalam makalah ini sedikit membantu pembaca dalam memperoleh khazanah-khazanah keislaman yang baru.



B. Tujuan

1.       Mengetahui definisi ilmu pengetahuan dalam islam.

2.    Memahami kedudukan ilmu pengetahuan dalam islam.

3.  Mengetahui dan  memahami ayat-ayat tentang ilmu pengetahuan beserta penafsirannya.























BAB II

PEMBAHASAN



A. Definisi Ilmu Pengetahuan dalam Islam

Ilmu adalah pengetahuan manusia mengenai segala hal yang dapat diindera oleh potensi manusia (penglihatan, pendengaran, perasaan dan keyakinan) melalui akal atau proses berfikir (logika). Ini adalah konsep umum (barat) yang disebut (knowledge). Pengetahuan yang telah dirumuskan secara sistematis merupakan formula yang disebut ilmu pengetahuan  (science). Dalam Al-Qur’an, keduanya disebut (ilmu). Para sarjana muslim berpandangan bahwa yang dimaksud ilmu itu tidak terbatas pada pengetahuan (knowledge) dan ilmu (sience) saja, melainkan justru diawali oleh ilmu Allah yang dirumuskan dalam lauhil mahfudzh yang disampaikan kepada kita melalui Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Ilmu Allah itu melingkupi ilmu manusia tentang alam semesta dan manusia sendiri. Bila diikuti jalan fikiran ini, maka dapatlah kita fahami bahwa Al-Qur’an merupakan sumber pengetahuan manusia (Knowledge dan science). Dengan membaca dan memahami Al-Qur’an, manusia pada hakekatnya akan memahami ilmu Allah, yaitu firman-firman-Nya.

      

Jadi, berdasarkan fakta-fakta yang ada dan apa-apa yang terkandung dalam al-qur’an, kita dapat membulatkan pernyataan bahwa ilmu  yang dimiliki oleh manusia dan yang wajib dituntut oleh manusia, semua berporos pada agama. Agama yang menjunjung tinggi peran akal dalam mengenal hakikat segala sesuatu. Begitu pentingnya peran akal, sehingga bahkan dikatakan bahwa tak ada agama bagi orang yang tak berakal, dengan akal yang telah sempurna itulah maka Islam diturunkan ke alam semesta. Melalui akal, manusia dengan proses berfikir berusaha memahami berbagai realita yang hadir dalam dirinya, sehinga manusia mampu menemukan kebenaran sesuatu, membedakan antara haq dan bathil. Sehingga dapat dikatakan bahwaakal dan kemampuan berpikir yang dimiliki manusia adalah fitrah manusia yang membedakannya dari makhluk yang lain.



B. Kedudukan Ilmu Pengetahuan dalam Islam

Sebagai orang yang rendah pengetahuan keislamannya beranggapan bahwa Al-Qur’an adalah sekedar kumpulan cerita-cerita kuno yang tidak mempunyai manfaat yang signifikan terhadap kehidupan modern, apalagi jika dikolerasikan dengan kemajuan IPTEK saat ini. Al-Qur’an menuntut mereka cukuplah dibaca untuk sekedar mendapatkan pahala bacaannya, tidak untuk digali kandungan ilmu didalamnya, apalagi untuk menjawab permasalahan-permasalahan dunia modern dan diterapkan dalam segala aspek kehidupan, hal itu adalah sesuatu yang nonsense. Anggapan-anggapan di atas merupakan indikasi bahwa orang tersebut tidak mau berusaha untuk membuka Al-Qur’an dan menganalisis kandungan ayat-ayatnya. Oleh karenanya maka anggapan tersebut adalah sangat keliru dan bertolak belakang dengan semangat Al-Qur’an itu sendiri. Bukti-bukti ini yang menunjukkan sebaliknya misalnya, bahwa wahyu yang pertama kali diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi-Nya Muhammad SAW adalah perintah untuk membaca/belajar dan menggunakan akal, bukan perintah untuk shalat, puasa atau dzikrullah. Demikian tinggi hikmah turunnya ayat ini, menunjukkan perhatian Islam yang besar terhadap ilmu pengetahuan.

Sejarah menunjukkan, bahwa pada masa kaum muslimin mempelajari dan melaksanakan agamanya dengan benar, maka mereka memimpin dunia dengan pakar-pakar yang menguasai dalam  disiplin ilmunya masing-masing, sehingga Barat pun belajar dari mereka. Baru di masa kaum muslimin meninggalkan ajaran agamanya dan tergiur dengan kenikmatan duniawi dan berpaling ke barat, maka Allah SWT merendahkan dan menghinakan mereka. Sungguh telah benar Rasulullah SAW yang telah memperingatkan umatnya dalam hal ini. Karena kedudukan ilmu yang sedemikian tingginya, maka islam mewajibkan umatnya untuk memperlajari ilmu.



C. Ayat-ayat tentang Ilmu Pengetahuan

1.    Surat Al-Baqarah (31-32)

وَعَلَّمَ ءَادَمَ ٱلۡأَسۡمَآءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمۡ عَلَى ٱلۡمَلَٰٓئِكَةِ فَقَالَ أَنۢبِ‍ُٔونِي بِأَسۡمَآءِ هَٰٓؤُلَآءِ إِن كُنتُمۡ صَٰدِقِينَ ٣١ قَالُواْ سُبۡحَٰنَكَ لَا عِلۡمَ لَنَآ إِلَّا مَا عَلَّمۡتَنَآۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلۡعَلِيمُ ٱلۡحَكِيمُ ٣٢



Artinya :

Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar! Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana"



Tafsir Ayat :

                     Pada firman-Nya : “kemudian Dia memaparkannya kepada malaikat..”, ada yang memahaminya sebagai waktu yang relatif lama antara pengajaran Adam dan pemaran itu, dan ada juga yang memahaminya bukan dalam arti selang waktu, tetapi sebagai isyarat tentang kedudukan yang lebih tinggi, dalam arti pemaparan serta ketidakmampuan malaikat dan jelasnya keistimewaan Adam as. melalui pengetahuan yang dimilikinya, serta terbuktinya ketetapan kebijaksanaan Allah menyangkut pengangkatan Adam as. sebagai kholifah, semua itu lebih tinggi nilainya dari pada sekedar informasi tentang pengajaran Allah kepada Adam yang dikandung oleh penggalan ayat sebelumnya. Firman-Nya :  “innaka anta al-‘alim al-hakim / sesungguhnya Engkau, Engkau Yang Maha Mengetahui (lagi) Maha Bijaksana”, mengandung dua kata yang menunjukkan kepada mitra bicara yaitu huruf (ك) kaf pada kata ( إنك) innaka dan kata (أنت) anta. Kata anta oleh banyak ulama dipahami dalam arti penguat sekaligus untuk memberi makna pengkhususan yang tertuju kepada Allah swt. Dalam hal ini pengetahuan dan hikmah, sehingga penggalan ayat ini menyatakan “Sesungguhnya hanya Engkau tidak ada selain Engkau” Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Kata (العليم) al-‘alim terambil dari akar kata (علم) ‘ilm yang menurut pakar-pakar bahasa berarti menjangkau sesuatu sesuai dengan keadaannya yang sebenarnya. Allah swt.dinami (عالم‘alim atau (عليم‘alim karena pengetahuan-Nya yang amat jelas sehingga terungkap baginya hal-hal yang sekecil-kecilnya apapun. Kata (الحكيمal-hakim dipahami oleh sementara ulama dalam arti Yang Memiliki hikmah, sedang hikmah lain berarti mengetahui yang paling utama dari segala sesuatu, baik pengetahuan maupun perbuatan. Seorang yang ahli dalam melakukan sesuatu dinamai (حكيمhakim, hikmah juga diartikan sebagai sesuatu yang bila digunakan atau diperhatikan akan menghalangi terjadinya mudharat atau kesulitan yang lebih besar dan atau mendatangkan kemaslahatan dan kemudahan yang lebih besar. Makna ini ditarik dari kata (حكمةhakamah, yang berarti kendali karena kendali menghalangi hewan atau kendaraan mengarah ke arah yang tidak diinginkan.



Analisa :

Ayat ini menjelaskan tentang kebijaksanaan Allah dalam menetapkan Adam sebagai khalifah berkat keistimewaan Adam a.s melalui pengetahuan yang dimilikinya serta kekeliruan malaikat  sebagaimana dipahami dari kata kemudian Allah mepaparkan benda-benda itu kepada para malaikat lalu berfirman, “ sebutkan kepada ku nama-nama benda itu, jika kamu orang-orang yang benar dalam dugaan kamu bahwa kalian lebih wajar menjadi khalifah”. Sebenarnya perintah ini bukan bertujuan menugaskan menjawab. Para malaikat yang ditanya itu secara tulus menjawab sambil mensucikan Allah, tidak ada pengetahuan bagi kami selain dari apa yang telah engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya engkaulah yang maha mengetahui lagi maha bijaksana maksudnya mereka, apa yang engkau tanyakan itu tidak pernah engkau ajarkan kepada kami. Engkau tidak ajarkan kepada kami bukan karna engkau tidak tau, tetapi ada hikmah dibalik itu. Demikian jawaban malaikat yang bukan hanya mengakuti dan mengatahui jawaban pertanyaan tetapi sekaligus mengakui kelemahan mereka dan kesucian Allah SWT. Dari segala macam kekurangan atau ketidakadilan, sebagaimana dipahami dari penutup surat ini.  Jawaban para malaikat sesungguhnya engkau mengatahui lagi maha bijaksana, juga mengandung makna bahwa sumber pengetahuan adalah Allah SWT. Jadi, Allah maha mengetahui segala sesuatu, termasuk yang wajar menjadi khalifah, dan dia maha bijaksana dalam segala tindakannya, termasuk menetapkan mahluk yang wajar menjadi khalifah.



2. Surat Taubah (9) ayat 122
وَمَا كَانَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ لِيَنفِرُواْ كَآفَّةٗۚ فَلَوۡلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرۡقَةٖ مِّنۡهُمۡ طَآئِفَةٞ لِّيَتَفَقَّهُواْ فِي ٱلدِّينِ وَلِيُنذِرُواْ قَوۡمَهُمۡ إِذَا رَجَعُوٓاْ إِلَيۡهِمۡ لَعَلَّهُمۡ يَحۡذَرُونَ ١٢٢

     Artinya :

 Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.

Tafsir Ayat :

                        Anjuran yang demikian gencar, pahala yang demikian besar bagi yang berjihad, serta kecaman yang sebelumnya ditujukan kepada yang enggan, menjadikan kaum beriman berduyun-duyun dan dengan penuh semangat maju ke medan juang. Ini tidak pada tempatnya karena ada area perjuangan lain yang harus dipikul. Ulama yang menyatakan bahwa ketika Rasul saw. tiba kembali di Madinah, beliau mengutus pasukan yang terdiri dari beberapa orang ke beberapa daerah. Hal ini banyak sekali yang ingin terlibat dalam pasukan kecil itu sehingga jika diperturutkan, tidak akan tinggal di Madinah bersama Rasul kecuali beberapa gelintir orang saja. Maka dalam hal ini ayat ini menuntun kaum muslimin untuk membagi tugas dengan menyatakan : Tidak sepatutnya bagi orang-orang mukmin yang selama ini dianjurkan agar bergegas menuju medan perang pergi semua ke medan perang sehingga tidak tersedia lagi yang melaksanakan  tugas-tugas yang lain. Jika memang tidak ada panggilan yang bersifat mobilisasi umum, maka mengapa tidak pergi dari setiap golongan, yakni kelompok besar, di antara mereka beberapa orang dari golongan itu untuk bersungguh-sungguh memperdalam pengetahuan tentang agama sehingga mereka dapat memperoleh manfaat untuk diri mereka dan untuk orang lain dan juga untuk memberi peringataan kepada kaum mereka yang menjadikan anggota pasukan yang ditugaskan oleh Rasul saw. itu apabila nanti setelah selesainya tugas, mereka, yakni anggota pasukan itu, telah kembali kepada mereka yang memperdalam pengetahuan itu supaya mereka yang jauh dari Rasul saw. karena tugasnya dapat berhati-hati dan menjaga diri mereka.

                              Menurut al-Biqa’i sebagaimana dikutip Quraish menyatakan bahwa kata thaaifah dapat berarti satu atau dua orang. Sementara ulama yang lain tidak menentukan jumlah tertentu, namun yang jelas ia lebih kecil dari firqah yang bermakna sekelompok manusia yang berbeda dengan kelompok yang lain. Karena itu, satu suku atau bangsa, masing-masing dapat dinamai dengan  firqah.

Sedangkan kata liyatafaqqahuu terambil dari kata fiqh, yakni pengetahuan yang mendalam menyangkut hal-hal yang sulit dan tersembunyi. Bukan hanya sekadar pengetahuan. Penambahan huruf taa pada kata tersebut mengandung makna kesungguhan upaya, yang dengan keberhasilan upaya itu para pelaku menjadi pakar-pakar dalam bidangnya. Demikianlah kata-kata tersebut mengundang kaum muslimin untuk menjadi pakar-pakar pengetahuan. Sementara kata fiqh bukan terbatas pada apa yang diistilahkan dalam disiplin ilmu agama dengan ilmu fiqh, yakni pengetahuan tentang hukum-hukum agama islam yang bersifat praktis dan yang diperoleh melalui penalaran terhadap dalil-dalil yang terperinci. Tetapi, kata itu mencakup segala macam pengetahuan mendalam. 

Analisa :

                Orang-orang yang beriman tidak wajib pergi semua untuk berjihad dan meninggalkan negeri mereka dalam keadaan kosong. Tapi harus tetap ada yang tinggal disana dan satu kelompok lagi yang keluar menuntut ilmu yang bermanfaat. Apabila mereka kembali ke kampung halaman, mereka wajib mengajarkan ilmu yang diperoleh kepada kaumnya yang tidak ikut menuntut ilmu. Mereka harus memberikan pemahaman kepada kaumnya tentang agama Allah SWT, memperingatkan mereka akan bahaya maksiat dan melanggar perintah-Nya. Menyerukan supaya mereka bertakwa kepada Tuhan mereka dengan mengamalkan kitab-Nya dan sunnah Nabi SAW.





3. Az-Zumar (39) ayat 9

أَمَّنۡ هُوَ قَٰنِتٌ ءَانَآءَ ٱلَّيۡلِ سَاجِدٗا وَقَآئِمٗا يَحۡذَرُ ٱلۡأٓخِرَةَ وَيَرۡجُواْ رَحۡمَةَ رَبِّهِۦۗ قُلۡ هَلۡ يَسۡتَوِي ٱلَّذِينَ يَعۡلَمُونَ وَٱلَّذِينَ لَا يَعۡلَمُونَۗ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُوْلُواْ ٱلۡأَلۡبَٰبِ ٩

Artinya :

 (Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.



Tafsir Ayat:

           Allah berfirman : Apakah orang yang beribadah secara tekun dan tulus di waktu-waktu malam dalam keadaan sujud akan berdiri secara mantap demikian juga yang rukuk dan duduk atau berbaring, sedang ia terus menerus takut siksa akhirat dan saat yang sama senantiasa mengharapkan rahmat Tuhannya sama dengan mereka yang baru berdoa saat mendapat musibah dan melupakan-Nya ketika memperoleh nikmat serta menjadikan bagi Allah sekutu-sekutu? Tentu saja tidak sama! Katakanlah : “Adakah sama orang-orang yang mengetahui hak-hak Allah dan mengesakan-Nya dengan orang yang tidak mengetahui hak Allah dan mengkufuri-Nya? Sesungguhnya orang yang dapat menarik banyak pelajaran adalah Ulul Albab, yakni orang-orang yang cerah pikirannya.

                              Awal ayat di atas ada yang membacanya aman dalam bentuk pertanyaan dan ada juga yang membacanya amman. Yang pertama merupakan bacaan Naafi, ini merupakan pendapat Ibnu Katsir, dan Hamzah. Ia terdiri dari huruf alif  dan man yang berarti siapa. Kata man berfungsi sebagai subjek (mubtada), sedang predikat (khabar)-nya tidak tercantum karena telah diisyaratkan oleh kalimat sebelumnya yang menyatakan bahwa orang-orang kafir mengada-adakan bagi Allah sekutu-sekutu dan seterusnya. Menurut Quraish bahwa bacaan kedua amman adalah bacaan mayoritas ulama. Ini pada mulanya terdiri dari dua kata yaitu am dan man, lalu digabung dalam bacaan dan tulisannya. Ia mengandung dua kemungkinan makna. Yang pertama kata am yang berfungsi sebagai kata yang digunakan bertanya. Maka dengan demikian ayat ini bagaikan menyatakan “Apakah si kafir yang mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah sama dengan yang percaya dan tekun beribadah? Yang kedua, kata am berfungsi memindahkan uraian ke uraian yang lain, serupa dengan kata bahkan. Makna ini menjadikan ayat di atas bagaikan menyatakan. “ Tidak usah mengancam mereka, tapi tanyakanlah apakah sama yang mengada-adakan sekutu bagi Allah dengan yang tekun beribadah? Sedangkan kata qaanit terambil dari kata qanuut, yaitu ketekunan dalam ketaatan disertai dengan ketundukan hati dan ketulusannya. Sementara itu, ulama menyebut juga nama-nama tertentu bagi tokoh yang dinamai qaanit oleh ayat di atas, seperti Sayyidina Abu Bakar, atau ‘Ammar Ibnu Yasir ra. dan lain-lain. Ini merupakan contoh dari sekian tokoh yang dapat menyandang sifat tersebut. Dengan kata lain ayat di atas menggambarkan sikap lahir dan batin siapa yang tekun itu. Sikap lahirnya digambarkan oleh kata-kata saajidan/ sujud dan qaaiman/ berdiri sedangkan sikap batinnya dilukiskan oleh kalimat yahdzaru al-akhirata wa yarjuu ar-rahmah/ takut kepada akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhanya.



Analisa :

Pada ayat tersebut terlihat adanya hubungan orang yang mengetahui (berilmu) dengan melakukan ibadah di waktu malam, takut terhadap siksaan Allah di akhirat serta mengaharapkan ridha dari Allah; dan juga menerangkan bahwa sikap yang demikian itu merupakan salah satu ciri dari ulul al-bab, yaitu orang yang menggunakan hati untuk menggunakan dan mengarahkan ilmu pengetahuan tersebut pada tujuan peningkatan akidah, ketekunan beribadah dan ketinggian akhlak yang mulia.

Sehubungan dengan ayat هل يستوى الّذين يعلمون والّذين لا يعلمون, al-Maraghi mengatakan: “Katakanlah hai rasul kepada kaummu, adakah sama, orang-orang yang menengetahui bahwa ia akan mendapatkan pahala karena ketaatan kepada tuhannya dan akan mendapatkan siksaan disebabkan karena kedurhakaannya dengan orang yang mengetahui al-hal yang demikian itu?” Ungkapan pertanyaan dalam ayat ini menunjukan bahwa yang pertama (orang-orang yang mengetahui) akan dapat mencapai derajat kebaikan; sedangkan yang kedua (-orang-orang yang tidak mengetahui) akan mendapatkan kehinaan dan keburukan.

Imam Al Qurtubi berkata: "Menurut Az-Zujaj Radhiyallahuanhu, maksud ayat tersebut yaitu orang yang tahu berbeda dengan orang yang tidak tahu, demikian juga orang taat tidaklah sama dengan orang bermaksiat. Orang yang mengetahui adalah orang yang dapat mengambil manfaat dari ilmu serta mengamalkannya. Dan orang yang tidak mengambil manfaat dari ilmu serta tidak mengamalkannya, maka ia berada dalam barisan orang yang tidak mengetahui".



4. Mujaadalah (58) ayat 11

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا قِيلَ لَكُمۡ تَفَسَّحُواْ فِي ٱلۡمَجَٰلِسِ فَٱفۡسَحُواْ يَفۡسَحِ ٱللَّهُ لَكُمۡۖ وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُواْ فَٱنشُزُواْ يَرۡفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡعِلۡمَ دَرَجَٰتٖۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرٞ ١١

Artinya :

            Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.



 Tafsir Ayat :

                 Allah berfirman: Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepada kamu, oleh siapapun: “Berlapang-lapanglah, yakni berupayalah dengan sungguh-sungguh walau dengan memaksakan diri untuk memberikan tempat pada orang lain, dalam majelis-majelis, yakni satu tempat, baik itu tempat duduk maupun bukan untuk duduk, apabila diminta kepada kamu untuk melakukan itu maka lapangkanlah tempat itu untuk orang lain itu dengan sukarela. Maka jika kamu melakukan hal tersebut, niscaya Allah akan melapangkan segala sesuatu buat kamu dalam hidup iniDan apabila dikatakan : Berdirilah kamu ke tempat yang lain, atau duduk diduduki tempatmu buat orang yang lebih wajar, atau bangkitlah untuk melakukan sesuatu seperti untuk shalat dan berjihad, maka berdiri dan bangkitlah, Allah akan meninggikan orang-orang beriman di antara kamu, wahai yang memperkenankan tuntunan ini, dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat kemuliaan di dunia dan di akhirat dan Allah terhadap apa yang kamu kerjakan sekarang dan masa datang Maha mengetahui.

                            Kata tafassahuu dan ifsahuu pada ayat tersebut, terambil dari kata fasaha, yakni lapang. Sedangkan kata unsyuzuu terambil dari kata nuzuz, yakni tempat yang tinggi. Perintah tersebut pada mulanya berarti beralih ke tempat yang lebih tinggi. Yang dimaksudkan adalah pindah ke tempat lain untuk memberikan kesempatan kepada yang lebih wajar duduk atau berada di tempat yang wajar pindah itu atau bangkit melakukan suau aktifitas yang positif. Sementara itu, ada juga yang memahaminya dengan berdirilah dari rumah Nabi, jangan berlama-lama di sana, karena boleh jadi ada kepentingan nabi saw yang lain dan yang perlu segera beliau hadapi. Sedangkan kata majaalis adalah bentuk jamak dari majelis. Pada umumnya berarti tempat duduk. Dalam konteks ayat ini adalah tempat Nabi saw memberikan tuntunan agama ketika itu. Tetapi yang dimaksud di sini adalah tempat keberadaan secara mutlak, baik itu tempat duduk, tempat berdiri, atau bahkan tempat berbaring. Karena, tujuan perintah atau tuntunan ayat ini adalah memberi tempat yang wajar secara mengalah kepada orang-orang yang dihormati atau pun orang-orang yang lemah. Seorang tua non-muslim sekalipun.

 Analisa :

Dari ayat tersebut dapat kita ketahui bahwa para sahabat berlomba-lomba untuk berdekatan dengan tempat duduk Rasulallah SAW untuk mendengarkan pembicaraan beliau yang mengandung banyak kebaikan dan keutamaan yang besar. Diperintahkan pula untuk memberi kelonggaran dalam majlis dan tidak merapatkannya, dan apabila yang demikian ini menimbulkan rasa cinta didalam hati dan kebersamaan dalam mendengarkan hukum-hukum agama, maka akan dilapangkan baginya kebaikan-kebaikan di dunia dan akhirat.

Isi kandungan pada ayat diatas berbicara tentang etika atau akhlak ketika berada dalam majelis ilmu. Etika dan akhlak tersebut antara lain ditunjukan untuk mendukung terciptanya ketertiban, kenyamanan dan ketenangan suasana dalam majelis, sehingga dapat mendukung kelancaran kegiatan ilmu pengetahuan. Ayat diatas juga sering digunakan para ahli untuk mendorong diadakannya kegiatan di bidang ilmu pengetahuan, dengan cara mengunjungi atau mengadakan dan menghadiri majeis ilmu. Dan orang yang mendapatkan ilmu itu selanjutnya akan mencapai derajat yang tinggi dari Allah.

Menurut Imam Al Qurthubi "Maksud ayat di atas yaitu, dalam hal pahala di akhirat dan kemuliaan di dunia, Allah Subhanahu wa Taala akan meninggikan orang beriman dan berilmu di atas orang yang tidak berilmu. Kata Ibnu Mas`ud, dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Taala memuji para ulama. Dan makna bahwa Allah Subhanahu wa Ta ala akan meninggikan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat, adalah derajat dalam hal agama, apabila mereka melakukan perintah- perintah Allah".



5. Surat Al-Alaq (96) ayat 1-5

ٱقۡرَأۡ بِٱسۡمِ رَبِّكَ ٱلَّذِي خَلَقَ ١  خَلَقَ ٱلۡإِنسَٰنَ مِنۡ عَلَقٍ ٢ ٱقۡرَأۡوَرَبُّكَ     ٱلۡأَكۡرَمُ ٣  ٱلَّذِي عَلَّمَ بِٱلۡقَلَمِ ٤ عَلَّمَ ٱلۡإِنسَٰنَ مَا لَمۡ يَعۡلَمۡ ٥

Artinya : 

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan (1). Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah (2). Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah (3). Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam (4). Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya (5).

 Tafsir Ayat :

             “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan” (ayat 1). Dari suku kata pertama saja yaitu “bacalah”, telah terbuka kepentingan pertama dalam perkembangan agama ini selanjutnya. Nabi Muhammad disuruh untuk membaca wahyu yang akan diturunkan kepada beliau atas nama Allah, tuhan yang telah menciptakan. Yaitu “Menciptakan manusia dari segumpal darah” (ayat 2). Yaitu peringkat yang kedua sesudah nuthfah. Yaitu segumpal air yang telah berpadu dari mani si laki-laki dengan mani si perempuan yang setelah 40 hari lamanya, air itu akan menjelma menjadi segumpal darah dan dari segumpal darah itu kelak setelah 40 hari akan menjadi segumpal daging. “Bacalah, dan tuhanmu itu adalah maha mulia”(ayat 3).

Setelah pada ayat pertama beliau menyuruh membaca dengan nama allah yang menciptakan manusia dari segumpal darah, diteruskan lagi menyuruh membaca diatas nama tuhan. Sedang nama tuhan yang selalu akan diambil jadi sandaran hidup itu ialah Allah yang maha mulia, maha dermawan, maha kasih dan saying kepada mahluknya. “Dia yang mengajarkan dengan kalam”(ayat 4). Itulah istimewanya tuhan itu lagi. Itulah kemulianya yang tertinggi. Yaitu diajarkanya kepada manusia berbagai ilmu, dibukanya berbagai rahasia, diserahkanya berbagai kunci untuk pembuka perbendaharaan Allah yaitu dengan qalam. Dengan pena disamping lidah untuk membaca, tuhanpun mentaksirkan pula bahwa dengan pena ilmu dapat dicatat. Pena itu  kaku dan beku serta tidak hidup namun yang dituliskan oleh pena itu adalah berbagai hal yang dapat difahami oleh manusia “Mengajari manusia apa-apa yang dia tidak tahu” (Ayat 5). Terlebih dahulu Allah ta’ala mengajar manusia mempergunakan qalam. Sesudah dia pandai mempergunakan qalam itu banyaklah ilmu pengetahuan diberikan oleh allah kepadanya, sehingga dapat pula dicatat ilmu yang baru didapatnya itu dengan qalam yang sudah ada dalam tanganya.

Analisa :

              Berdasarkan ayat  tersebut Rasululallah disuruh untuk membaca agar menjadi orang yang bisa membaca sebelum tadinya tidak. Betapa pentingnya membaca itu, bahkan sesungguhnya setiap detik hidup ini adalah membaca. Tanpa  membaca, orang akan kesulitan untuk mempelajari ilmu pengetahuan. Setiap orang bisa saja membaca objek yang sama. Namun yang membedakan adalah kualitas pembacaannya. Pada masa jahiliyyah dahulu, kondisi kehidupan masyarakat didominasi oleh pembacaan yang salah. Membaca yang benar dalam arti menyeluruh harus menjadi bagian dari hidup seorang muslim. Manusia dapat baru dapat dimintai pertanggungjawaban setelah mampu membaca dalam arti luas. Sebab kemampuan membaca adalah tanda berfungsinya akal seseorang. Dikutip dari sebuah hadits, “Tidak ada agama bagi orang yang tidak berakal”. Kualitas pembacaan juga ditandai dengan kedalaman atau kejauhan pandangan. Dengan hanya sedikit indikator atau tanda, seharusnya setiap Muslim mampu membaca jauh melebihi apa yang dilihatnya.

              Dalam ayat tersebut dapat diketahui perintah Allah SWT kepada manusia untuk menuntut ilmu, dan dijelaskan pula sarana yang digunakan untuk menuntut ilmu yaitu kalam. Mencari ilmu adalah sebuah kewajiban bagi umat manusia dan mengamalkannya juga merupakan ibadah. Semakin tinggi ilmu yang dikuasai, semakin takut pula kepada Allah SWT sehingga dengan sendirinya akan mendekatkan diri kepada-Nya. Adapun dalam salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu 'anhu, Rasulullah SAW bersabda:

"Perumpamaan apa yang aku bawa dari petunjuk dan ilmu adalah seperti air hujan yang banyak yang menyirami bumi, maka di antara bumi tersebut terdapat tanah yang subur, menyerap air lalu menumbuhkan rumput dan ilalang yang banyak. Dan di antaranya terdapat tanah yang kering yang dapat menahan air maka Allah memberikan manfaat kepada manusia dengannya sehingga mereka bisa minum darinya, mengairi tanaman dengannya dan bercocok tanam dengan airnya. Dan air hujan itu pun ada juga yang turun kepada tanah/lembah yang tandus, tidak bisa menahan air dan tidak pula menumbuhkan rumput-rumputan. Itulah perumpamaan orang yang memahami agama Allah dan orang yang mengambil manfaat dengan apa yang aku bawa, maka ia mengetahui dan mengajarkan ilmunya kepada yang lainnya, dan perumpamaan orang yang tidak perhatian sama sekali dengan ilmu tersebut dan tidak menerima petunjuk Allah yang aku diutus dengannya." (HR. Al-Bukhariy)

         Di dalam hadits ini terdapat pengarahan dari Nabi SAW agar bersemangat untuk mencari ilmu, yaitu beliau SAW memberikan perumpamaan terhadap apa yang beliau bawa, yaitu hujan yang menyeluruh di mana manusia mengambil dan memanfaatkan air hujan tersebut untuk memenuhi kebutuhan mereka. Kemudian beliau SAWmenyerupakan orang yang mendengar ilmu dengan bumi/tanah yang bermacam-macam dimana air hujan (ilmu) turun padanya:

1.           Diantara mereka ada orang yang berilmu, beramal dan mengajarkan ilmunya kepada yang lainnya, maka orang ini seperti tanah yang baik, yang menyerap air lalu memberikan manfaat pada dirinya dan menumbuhkan tanaman dan rumput-rumputan sehingga memberikan manfaat bagi yang lainnya.

2.           Diantara mereka ada yang mengumpulkan ilmu yang dia sibuk dengannya, di mana ilmu tersebut dimanfaatkan pada masanya dan masa setelahnya dalam keadaan dia belum bisa mengamalkan sebagian darinya atau belum bisa memahami apa yang dia kumpulkan, akan tetapi dia sampaikan kepada yang lainnya, maka orang ini seperti tanah yang menahan air sehingga manusia dapat mengambil manfaat darinya.

3.         Dan di antara mereka ada orang yang mendengar ilmu tetapi tidak menghafalnya, tidak beramal dengannya dan tidak pula menyampaikannya kepada yang lainnya, maka orang ini seperti tanah lumpur atau tanah tandus yang tidak dapat menerima/menampung air.

              Kelompok pertama dan kedua dalam perumpamaan tersebut kelak akan dikumpulkan menjadi satu karena kebersamaan mereka dalam memanfaatkan ilmu yang mereka miliki walaupun derajat kemanfaatannya bertingkat-tingkat. Dan kelompok ketiga yang tercela akan dipisahkan dari kelompok satu dan dua karena tidak adanya kemanfaatan darinya. Dan tidak diragukan lagi bahwasanya terdapat perbedaan yang besar antara orang yang mencari ilmu lalu memberikan manfaat pada dirinya dan orang lain dengan orang yang rela dengan kebodohan dan hidup dalam kegelapannya sehingga dia tidak mendapat bagian sedikit pun dari warisannya para Nabi.































BAB III

PENUTUP



A.    Kesimpulan

Islam adalah agama yang menjunjung tinggi peran akal dalam mengenal hakikat segala sesuatu. Begitu pentingnya peran akal, sehingga bahkan dikatakan bahwa tak ada agama bagi orang yang tak berakal, dengan akal yang telah sempurna itulah maka Islam diturunkan ke alam semesta.

Allah akan meninggikan tempat bagiorang-orang yang berilmu disurganya dan menjadikan mereka di dalam surga termasuk orang-orang yang berbakti tanpa kekhwatiran dan kesedihan. Mencari ilmu adalah sebuah kewajiban bagi umat manusia dan mengamalkannya juga merupakan ibadah. Semakin tinggi ilmu yang dikuasai, semakin takut pula kepada Allah SWT sehingga dengan sendirinya akan mendekatkan diri kepada-Nya.



B.  Saran

Demikian makalah ini penyusun buat, penyusun mohon maaf apabila dalam pembuatan makalah ini terdapat kekurangan. Penyusun meminta kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan makalah kami selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

MENYIKAPI PEMILU 2019

Pesta rakyat akan kembali digelar tahun depan (2019) berupa pilpres maupun pileg yang akan menentukan nasib negeri ke depan. Seperti ...